Pernah mendengar pembawa acara atau pejabat sedang pidato/ceramah dalam bahasa Jawa?. Kalau pernah, biasanya di bagian pembuka atau di bagian penutup dari pidato/ceramah tersebut selalu disisipkan kalimat "rahayu sagung dumadi" atau "kalis ing rubeda, nir ing sambikala". Tidak hanya di dalam ceramah ataupun pidato, biasanya dalam tulisan, surat menyurat, bahkan artikel formal berbahasa Jawa pun seringkali tersisip kalimat tersebut. Tapi tahukah kamu apa sebenarnya makna dari kalimat tersebut dan kenapa orang Jawa seringkali menggunakannya?. Baiklah mari kita bahas, terlebih dahulu kita akan kupas satu persatu makna dari setiap kata pada kalimat tersebut. Berikut ini penjelasannya. Rahayu : selamat, sehat, beruntung, sejahtera, luput, terhindar dari celaka dan marabahaya Sagung : semua Dumadi (um + dadi) : titah, yang menjadi atau dijadikan Kalis : tak bisa terkena, terhindar dari sakit atau lelara , musibah atau kecelakaan Ing : di, dalam
Raga Sarira adalah badan kasar , yaitu wujud yang dapat dilihat terdiri dari unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi atau unsur tanah. Atau bagian-bagian badan yang padat. Apah, unsur zat cair atau bagian cair seperti darah dan kelenjar. Teja atau unsur api, yaitu suhu atau panas badan. Bayu adalah unsur angin, yakni berupa nafas. Akasa adalah unsur ether, yaitu unsur badan yang terhalus yang menjadi rambut dan kuku. Kemudian Suksma Sarira , adalah badan astral , atau badan halus yang terdiri dari alam pikiran (Citta), perasaan (manah), keinginan (indriya) dan nafsu (Ahamkara). Kemudian ada Antahkarana Sarira , adalah y ang menyebabkan hidup atau yang disebut Sanghyang Atma. "Ketika manusia meninggal, maka yang terjadi adalah perpisahan antara Raga Sarira dengan Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira," Dalam filsafat Samkhya disebutkan bahwa Purusa dan Prakerti saling tarik menarik karena pengaruh Prakerti yang sangat kuat sekali. Penyatuan Purusa Prakerti menimbulkan keingina